Cukupi, Syukuri

Cukupi Syukuri
Allahuakbar
Allahuakbar...
Adzan
subuh telah berkumandang. Rio pun segera bangun dari tidurnya, lalu segera pergi
ke kamar mandi untuk berwudu. Setelah berwudu Rio ke luar rumah untuk
melaksanakan salat subuh di masjid yang terletak beberapa meter dari rumahnya.
Rio berjalan menuju masjid bersama ayahnya.
Shalat
subuh dua rakaat pun telah Rio lakukan. Setelah nya dia segera pergi mandi pagi
dan bersiap pergi ke sekolah. Ketika sedang memakai sepatu, Bapak Rio pun
menghampirinya.
“Nak,
sudah sarapan belum?”. “Sudah Pak tadi”, jawab Rio. “Syukurlah, kamu nanti
berangkat bareng Bapak saja ya Nak”. “Iya Pak”. Setelah Rio selesai memakai
sepatu, Bapak Rio segera mengambil jaket serta kunci motornya yang terletak di
kamar. “Ayo Nak berangkat, jangan lupa salaman dengan Ibumu”. “Bu Rio berangkat
dulu ya” Pamit Rio. “Iya, hati-hatii. Yang rajin belajarnya”. Rio menjawab
dengan anggukan kepala. Sesudah pamitan ke Ibunya, segeralah Rio menaiki motor jadul
Bapaknya yang berwarna putih itu.
Perjalanan menuju sekolah Rio tak membutuhkan
waktu lama. Jika mengendarai motor, hanya membutuhkan waktu sekitar 10 menit saja.
Selama perjalanan Rio dan ayahnya berbincang-bincang ringan. Jalanan pagi itu tampak
ramai dengan para pengendara motor dan mobil yang mayoritas ingin pergi
bekerja. Walaupun ramai tetapi keadaan di jalanan masih lancar dan tidak
kemacetan.
Tepat
sepuluh menit perjalanan, Rio sampai di depan gerbang sekolahnya. Segeralah ia
turun dari motor Bapaknya dan salaman dengan Bapaknya itu.
“Rio
sekolah dulu Pak”. “Iya Nak, belajar yang pintar. Jangan nakal.” “Iya pak..”. Setelah
berpamitan Rio berjalan memasuki gerbang sekolahnya. Sedangkan Bapaknya juga
beranjak untuk pergi ke pangkalan ojek di pasar yang letaknya tak jauh dari
sekolah Rio.
Berjalan
beberapa langkah, Rio pun sampai di depan kelasnya. Segeralah ia melepaskan
sepatunya dan menaruh sepatunya itu di rak yang telah disiapkan sekolah yang
terletak di samping kanan pintu masuk kelasnya. Saat memasuki kelas, baru
beberapa temannya yang datang. Belum ramai, karena Rio sampai di sekolah
sekitar pukul enam lewat lima belas. Sedangkan sekolah baru ramai didatangi
murid sekitar pukul enam empat puluh lima.
Satu
persatu seiring waktu berjalan, teman-teman sekelas Rio pun berdatangan. Begitu
juga dengan Rangga yang merupakan teman sebangku Rio, dia sampai di kelas pukul
enam lewat tiga puluh tujuh. Rangga berjalan memasuki kelas menuju bangkunya yang
terletak di bangku ke dua dekat tembok.
Setelah
sampai Rangga langsung duduk dan menaruh tasnya serta tak lupa menyapa Rio. “Eh
yo, dateng dari jam berapa lu?”. “Jam enam lewat”. Jawab Rio. “Buset.. pagi
amat”. “Oh iya tadi dianterin Bapak gua soalnya”. “Ohh pantess..” Ketika Rio
dan Rangga sedang mengobrol datanglah Dani yang merupakan teman dekat mereka
berdua. Dani duduk di bangku belakang Rio dan Rangga. Ia duduk bersama Niko.
Pukul
tujuh tepat. Hampir semua murid telah datang ke sekolah. Bel tanda masuk
berbunyi. Beberapa menit kemudian guru yang mengajar di jam pertama pada kelas
Rio pun masuk. Bu Sinta namanya. Dia merupakan guru yang mengajar B.indonesia.
“Assalamu’alaikum,
anak-anak”. “Wa’alaikumsalam Bu”. Jawab para murid serentak. Keadaan kelas yang
tadinya ricuh berubah menjadi lebih tenang karena masuknya Bu Sinta. “Baik anak-anak
sekarang kita akan belajar tentang surat lamaran pekerjaan.” Ujar Bu Sinta. “Sekarang
kalian bisa buka buku kalian halaman 20. Pada materi kali ini kita akan
mempelajari bagaimana sistematika penulisan surat lamaran. Apakah ada yang
sudah tahu apa saja sistematika surat lamaran?.” Tanya Bu Sinta. Rio yang sudah
belajar sebelumnya tadi malam di rumah segera mengangkat tangannya. “Saya Bu”.
“Iya, silahkan Rio untuk menyebutkan apa saja sistematika dari surat lamaran”. “Baik
Bu, sistematika surat lamaran itu terdiri dari tempat dan tanggal pembuatan
surat, nama dan alamat tujuan surat, hal dan lampiran surat, nama dan alamat
tujuan surat, salam pembuka, isi surat, kualifikasi atau identitas pelamar
kerja, penutup surat dan salam penutup Bu.” Jelas Rio. “Iyaa Rio benar, kalian
bisa lihat contoh surat lamaran yang ada di buku kalian ya.” Ucap Bu Sinta
sambil melanjutkan penjelasannya tentang materi B.indonesia hari itu.
Kriingg.....
Dua jam sudah berlalu. Bel
istirahat pun berbunyi. Bu Sinta menyudahi kegiatan mengajarnya dan beranjak
ke luar kelas.
“Woy
ayoo gas kantin, laper nih gua”. Kata Niko mengajak Rio dan Rangga. “Skuyy”.
Jawab Rangga. Mereka bertiga kemudian berdiri dari tempat duduknya dan berjalan
menuju kantin. Kantin mereka berada di area bawah tepatnya di pojok lorong.
“Woi
Yo,ko pada mau mesen apa?” tanya Niko. Rio diam diam mengecek uang di saku
celananya, tatapi di sakunya hanya tinggal 5000 rupiah. “gua mesen ice coffe
latte aja,lu apa Yo?”tanya Niko kepada Rio. “gua mesen air putih aja deh” ucap
Rio. Niko dan rangga bertatap tatapan seperti mengkode sesuatu, “ Yo, tunggu di
sini dulu ya gue sama niko ke sana dulu buat pesenin punya tadi sambil gue mau
nyari kemilan dulu” ucap Niko sambil menepuk pundak Rio. Dan Rio hanya
mengangguk nganggukan kepalanya.
Niko
dan Rangga sesampai di tempat pemesanan makanan di kantin. “ Weh Rang gimana,
itu si Rio apa kita beliin sama aja semuanya bilang aja gua yang teraktir
kalian gimana? Tanya Niko kepada Rangga. “ boleh tu, kasian gue juga yauda nanti
kita patungan aja gua beliin minumnya Lo makanannya gimana?” tanya Rangga, “
bolee tuh” ucap Niko. Akhirnya mereka memesan makanan dan mereka balik lagi ke
bangkunya sambil menunggu datangnya makanan mereka. Dan selama menunggu mereka
ber tiga berbincang bincang dan tertawa tawa.
Tidak
butuh waktu lama makanan itu datang dan Rio kaget pesenannya belum datang juga
Rio ngira itu tiga tiganya pesenan Niko karena Niko kalo soal makanan porsi
makannya lebih banyak. “ woi ko itu porsi lu banyak banget Lo mau ngabisin
semuanya?” tanya Rio sambil tertawa tawa “ gak la anjir tenang gue ma ga
seratus dulu anjai, itu buat Lo itu traktiran dari gue dan rangga” ucap Niko sambil
tersenyum dan menepuk-nepuk pundak Rio. Rio karena merasa teman temannya sering
menarktir mereka dia merasa malu karena dia tidak bisa meneraktir teman temannya
balik.
Dan
akhirnya mereka pun makan sampe akhirnya bel ganti pelajaran berbunyi.
Kringgg......
Akhirnya
mereka membayar dan jam terakhir pun sudah berbunyi. Mereka balik ke kelasnya untuk
melanjutkan pelajaran sampai bel pulang berbunyi. Ketika bel pulang berbunyi
Rio, Rangga, dan Niko segera merapikan buku-buku serta alat tulis mereka.
“Yo
lu balik sama siapa? Mau bareng gua ga?” Kata Rangga. “Kaya biasa si rang, naik
angkot.” Jawab Rio. “Yaudah Yo, naik mobil gua aja. Sama Niko juga”. “Hmmm...boleh
deh, gua ikut kalian”. Akhirnya Rio, Rangga dan Niko pun pulang bareng. Rangga
duduk di kursi pengemudi, Niko duduk di sebelah Rangga, dan Rio duduk di
belakang. Pertama-tama mereka akan menuju rumah Rio terlebih dahulu untuk menghantarkannya
pulang. Sepanjang perjalanan dihabiskan dengan mengobrol, bercanda tawa, serta bernyanyi
mengikuti lagu yang terdengar dari radio mobil.
Setelah
sekitar 15 menit, mereka pun tiba di rumah Rio. Rio segera berpamitan dengan
temannya, dan turun dari mobil. Ia berjalan menuju rumahnya, setelah sampai Rio
segera melepaskan sepatu serta kaos kakinya dan menaruhnya di rak susun yang
terletak disudut tembok rumahnya, serta tak lupa ia juga mengungkapkan salam.
“Assalamu’alaikum”
ucap Rio sembari berjalan menuju dapur, tempat biasa ibunya berada. “Wa’alaikumsalam.
Eh Rio kamu sudah pulang nak”. Jawab ibu Rio. “Iya Bu” Rio segera menjulurkan
tangannya untuk salaman dengan ibunya. “Kamu langsung mandi, terus nanti makan
ya udah ibu siapin”. Lalu Rio menjawab perkataan ibunya dengan agukkan kepala. Setelahnya
iya segera pergi ke kamar untuk menaruh tasnya dan segera mandi serta makan.
Malam
hari tiba. Malam yang dingin dan angin yang banyak pertanda hujan segera turun.
Sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, namun Bapak Rio belum pulang juga. Rio
dan ibunya sedang berada di ruang TV untuk menonton sinetron yang saat itu
sedang banyak yang menonton. Rio menonton sambil belajar pelajaran esok hari.
“Bapak
mu ko belum pulang ya? Udah mau hujan ini”. Ucap ibu Rio sambil melirik ke
jendela. “Masih nunggu penumpang kali Bu, coba ibu telepon aja”. Ketika hendak
ingin menelpon Bapak nya, tiba-tiba hujan deras tiba. Sangat deras dan angin
yang sangat kencang serta petir yang bergemuruh. “Ke mana Bapak mu ini yo,
khawatir ibu”. “Bapak neduh dulu Bu, nih Rio telpon Bapak.” Rio menelpon Bapak
nya. “Haloo assalamualaikum Pak, Bapak di mana? Ibu nanyain ko belum pulang?”.
“Halo nak, wa’alaikumsalam ini Bapak lagi neduh duluu, tadi udah jalan pulang
terus tiba-tiba hujan deres. Suruh ibu mu tidur duluan aja kalau sudah mengantuk.Tidak
usah nungguin Bapak pulang, ini Bapak juga sudah deket ko.” “Oh yaudaah pak,
nanti Rio bilangin ke Ibu. Hati-hati ya pak”. Telpon ditutup. Rio kembali
melanjutkan belajar nya dan ibu Rio akhirnya memutuskan untuk tidur duluan.
Sepuluh
lewat empat puluh lima menit, hujan mulai mereda Bapak Rio pun akhirnya sampai
di rumah. “Assalamualaikum. Eh Yo, belum tidur kamu”. “Waalaikumsalam belum
pak, Rio masih mau belajar”. “Yaudah, Bapak mau bersih bersih dulu ya”. Bapak
Rio pergi ke kamar mandi, mengganti pakaiannya lalu tidur. Karena sudah larut
malam Rio pun berpikir untuk tidur juga. Dia segera merapikan buku-buku nya dan
langsung masuk ke kamar.
Pagi
harinya Rio kembali menjalankan aktivitas nya, yaitu bersekolah. Saat di
sekolah wali kelas Rio mengumumkan tentang biaya perpisahan, karena sebentar
lagi Rio akan lulus dan sekolah biasanya mengadakan acara perpisahan. Saat
pulang ke rumah kebetulan Bapak nya sedang berada di rumah juga, Rio segera
memberi tau Bapaknya masalah uang perpisahan.
“Pak,
tadi Bu guru Rio bilang tentang biaya perpisahan”. “Berapa memangnya nak?”.
“hmm lima ratus ribu pak, Bapak ada uangnya?”. “Memang kapan terakhir
pembayarannya nak?, Kalau untuk sekarang Bapak belum ada, tapi nanti bapak usahain
cari duit yang banyak buat kamu nak”. “Masih satu bilang lagi si pak, tpi kalo
bapak bener bener gaada duitnya, pake uang Rio aja pak gapapa”. “Nggak Yo, itu
udah jadi tugas bapak, udah jadi kewajiban bapak buat ngebiayain kamu. Kamu
gausah khawatir insyaallah akan ada duitnya. Yaudah sana mandi dulu”. “Iya
pak”.
Sebulan
kemudian...
Waktu
tenggat pembayaran sudah tiba. Tetapi Bapak Rio belum juga memberikan uang
untuk biaya perpisahan. Rio berinisiatif untuk mengambil uang di tabungannya.
Saat hendak ingin memotong celengan ayam plastik miliknya, Bapak Rio datang.
“Rio ini Bapak sudah ada duitnya, kamu pakai ini saja. Jangan buka celengan mu
itu”. “Iya makasih pak”. “iyaa, udah ayo berangkat “. Rio berangkat ke sekolah
diantar oleh bapaknya.
Sesampainya
di sekolah dan masuk ke kelasnya, ternyata Rangga dan Niko sudah datang. Sambil
menunggu bel masuk, mereka berbincang tentang rencana mereka setelah lulus
nanti. “ga kerasaa dah bentar lagi kita lulus. Kalian pada mau lanjut ke mana?”
tanya Niko. “gua sih pasti kuliah” “Kalo lu mau ke mana Rio, pasti kuliah juga
ya? Lu kan pinter”. “gua sih pengennya kuliah, tapi belum ada biaya” “eh tapi
lu bisa ikut SNMPTN deh, biaya kuliahnya juga ga terlalu besar kan. Atau ikut
program beasiswa kan bisa Yo”. Usul Rangga kepada Rio. “hmm nanti gua pikirin
lagi deh”.
Iri.
Rio sangat iri kepada teman-temannya, yang bisa melanjutkan pendidikan. Rio
ingin sekali berkuliah, tapi apa daya kedaannya sangat kekurangan. Saat pulang
ke rumah Rio sangat lesu, masih memikirkan perihal masa depannya nanti mau
seperti apa jika tidak berkuliah. Apakah akan seperti Bapaknya, atau malah
lebih buruk lagi. Hal-hal tersebut terus menghantuinya.
Waktu
terus berjalan. Hari demi hari ia lewati. Saatnya mendaftar ke Universitas
khususnya melalui jalur SNMPTN atau jalur undangan yang menggunakan nilai
raport. Rio masuk ke daftar eligible berkat selalu menduduki peringkat pararel
ke dua di sekolahnya. Ia memilih Universitas Indonesia dan Universitas Gajah
Mada fakultas dokter gigi. Masalah pendaftaran ini sebenarnya Rio belum bilang
ke orang tuanya. Karena takut orang tuanya, khususnya Bapaknya kepikiran akan
biaya kuliahnya nanti. Rio berniat memberi tahu kedua orangtuanya saat sudah
lolos seleksi.
Dua
bulan menunggu. Penguman seleksi telah tiba. Seluruh siswa yang mendaftar
dikumpulkan di aula sekolah, untuk melihat hasil pengumuman bersama-bersama.
Satu persatu pengumuman dibuka. Sudah ada dua puluh anak yang diterima dari
seratus dua puluh anak oleh universitas impiannya masing-masing.
Tiba
saatnya giliran Rio. Rio takut, sangat takut. Bagaiman jika dia tidak
diterima?. Pupus sudah harapannya untuk berkuliah. Karena jika harus mendafatar
lewat jalur mandiri dia tidak punya uang.
Lima,
empat, tiga, dua, satu. Hitungan mundur selesai. Dibuka lah pengumuman
tersebut. Merah. Berwarna merah. Rio terkejut dan sangat sedih karena warna itu
artinya dia tidak lolos. Tidak bisa berkuliah. Rio bingung, mengapa dia tidak
lolos. Padahal nilainya cukup tinggi. Hal yang paling ditakutkan Rio
benar-benar terjadi. Dia sekarang tidak bisa berkuliah.
Selain
Rio, Rangga dan Niko termasuk salah satu siswa eligible. Saat pengumuman hasil
dari Rangga dan Niko dibuka mereka berdua ternyata lolos. Rangga diterima di
teknik sipil Universitas Pendidikan Indonesia. Sedangkan Niko diterima di
Universitas Diponegoro fakultas MIPA.
Mengetahui
hal tersebut Rio sangat iri terhadap teman-temannya. Bagaimana bisa
teman-temannya yang tidak lebh pintar dari Rio bisa diterima sedangkan Rio
ditolak.
Saat
perjalanan pulang dia terus memikirkannya. Sampai tiba di rumah. Karena masih
kesal ia memasuk kamar dan menutup pintu dengan kencang. Sampai-sampai ibunya
terkejut, dan bertanya-tanya. Ada apa dengan anaknya, tidak biasanya dia
seperti itu. Pasti sedang ada masalah.
“Rio
sini makan dulu, udah ibu masakin” “Rio ga laper bu”. Rio menjawab dengan
teriakan dari dalam kamarnya. Rio tidak mau keluar kamar. Selama berjam-jam ia
terus mengurung dirinya.
Jam
sembilan malam. Bapak Rio pulang langsung pergi mandi dan mengisi perutnya.
Setelah selesai ia langsung menonton Tv yang saat itu lagi menayangkan
pertandingan sepak bola ditemani oleh Ibu Rio.
Ibu
Rio bercerita kepada suaminya tentang sikap anaknya yang tak biasa itu. “Pak
itu si Rio belum keluar kamar dari pulang sekolah. Tadi pas masuk juga
ngebanting pintu kamar. Belum makan juga dia pak”. Jelas Ibu Rio. “Pantes bapak
ga liat dia. Biasanya lagi belajar sambil nonton Tv. Kenapa ya bu, apa lagi ada
masalah di sekolahnya?” “ibu juga gatau pak. Coba bapak tanyain sana”.
Bapak
Rio beranjak dari duduknya, meninggalkan pertandingan sepak bola itu. Tok tok
tok.. “Rio, kamu udah tidur?. Coba buka dulu pintunya, bapak mau ngomong”.
Hening, tak ada jawaban. Bapak Rio memutuskan untuk membiarkannya terlebih
dahulu. Karena Ia berpikir mungkin Rio butuh waktu untuk menceritakan semuanya.
Pagi
harinya, Rio bangun dari tidur lalu mandi dan bersiap pergi ke sekolah. Saat
hendak pergi dia hanya berpamitan sekedar salaman kepada orangtuanya. Rio tidak
sarapan dulu, dan masih tidak ingin berbicara. Kedua orangtunya pun membiarkan
hal tersebut. Rio juga tidak diantar oleh bapaknya. Rio naik kendaraan umum
yang lewat di jalan depan rumahnya.
Di
sekolah juga sama. Rio hanya diam, tidak ingin mengobrol dengan Rangga dan
Niko, saat ditanya Rio hanya menjawab dengan gelengan kepala. Rangga dan Niko
tentu saja sangat bingung, kenapa temannya bersikap seperti itu.
Saat
sedang ke kantin berdua Rangga dan Niko membicarakan Rio. “Rio kenapa ya?,
jangan-jangan dia marah lagi sama kita” tanya Niko. “Lah marah kenapa? Emang
kita punya salah ya ke dia?”. “iya kita sih emang gaada salah, tpi mungkin aja
dia marah gara-gara hasil pengumuman kemarin ga si? Kita terima sedangkan dia
kan nggak.” “hmmm bisa jadi, coba deh kita nanti tanyain aja.” Rangga dan Niko
meninggalkan kantin, menuju ke kelas untuk mengajak Rio keluar sebentar membicarakan
masalahnya. “Rio, keluar dulu yuk bentar. Kita mau ngomong sama lu.” Ajak
Rangga sambil menarik tangan Rio. Mau tidak mau Rio pun mengikuti Rangga karena
tangannya yang ditarik itu.
Dibawalah
Rio ke lorong belakang kelas. Mereka bertiga mengobrol. Bertanya apa yang
sebenarnya terjadi. Niko pun memulai obrolan. “Rio lu kenapa, tiba-tiba diemin
kita gini. Kita ada salah kah sama lu?. Lu marah sama kita karena hasil
kemarin?”. Rio hanya diam. “yo ayolah jawab kita kan temenan udah lama, jangan
begini lah.” Ucap Rangga. Karena sudah tidak bisa menahan, Rio pun akhirnya
menjawab “Gua ga marah sama kalian, tapi gua iri. Nilai gua lebih tinggi dari
kalian tapi kenapa gua ga lolos sedangkan kalian lolos? Gua iri. Gua sedih
karena gabisa kuliah.” Rio menjawab dengan penuh penekanan. “yo gua sama Niko
juga gatau kenapa lu bisa ga lolos. Kita juga berharap lu lolos yo, dan bisa
kuliah.” “iya yo kita gatau apa-apa. Kalau lu emang niat kuliah kita berdua
bisa bantu lu ko. Tenang aja yo” kata Niko. “Ga, gua gamau nerima uang kalian.
Makasih.” Setelah mengucapkan hal itu Rio langsung pergi meninggalkan kedua
temannya itu.
Saat
di rumah, Bapak Rio sudah menunggu Rio pulang. “Rio sini kamu duduk dulu” Rio
pun duduk disamping Bapaknya. “Kamu kenapa nak?” Tanya bapak Rio. “PAK KENAPA
SI KITA HARUS JADI ORANG MISKIN KAYA GINI?? RIO MAU KULIAH PAK. KAYA
TEMEN-TEMEN RIO!!” “Rio maafin bapak udah buat kamu hidup miskin kaya gini.
Tapi bapak juga ingin kamu kuliah nak. Bapak ingin kamu punya pendidikan
tinggi, biar nanti kamu ga jadi seperti bapakmu ini. Kamu tenang aja masalah
biaya kuliah mu bapak sudah menabung dari lama. Setiap hari bapak pulang malem
itu buat nyari uang tambahan untuk tabungan kuliah mu nanti nak. Jadi kamu
gausah khawatir walaupun bapakmu ini hanya seorang tukang ojek, tapi bapak
selalu berusaha untuk mencukupi semua keperluan kamu, keperluan ibu, keperluan
keluarga kita. Karena bapak sadar itu sudah menjadi tanggung jawab bapak.”
Jelas Bapak Rio panjang lebar.
Setelah
mendengar hal tersebut Rio pun sadar, seberapa sayang Bapaknya itu kepada Rio.
Dia selalu bekerja keras, demi mencukupi kebutuhannya. Dia bersyukur bisa
memiliki orang tua seperti Bapaknya itu. Rio pun meminta maaf kepada Bapaknya
karena sudah membentaknya.