KEMBALI

    


Kepada Allah-lah Kembalinya Segala Urusan Baik Harap maupun Rasa Takut

Masa-masa remaja adalah masa-masa tersulit yang pasti akan dilewati setiap orang.  Tantangan, rintangan, kecaman, tuntutan, kekecewaan, kegagalan, semuanya akan ada pada masa-masa tersebut. Ya, meski begitu, tak sedikit orang juga merasa bahwa masa remaja adalah masa-masa terindah yang tidak bisa terulang kedua kali. Ada begitu banyak hal yang sudah terlewati dan yang akan datang di masa depan. Menunggu kita untuk mau tidak mau, suka atau tidak, harus kita terima untuk satu langkah lebih baik dari hari kemarin. Seperti kata Tan Malaka, "Terbentur, terbentur, terbentur, terbentuk."

 Hal itulah yang sedang mereka alami. Mereka baru akan memulai kehidupannya. Menentukan pilihan masa depan, seperti anak sekolah menengah atas pada umumnya.

 Hari itu, selepas kedatangan seorang guru bimbingan konseling yang bersosialisasi di setiap kelas, mereka mulai memperbincangkan akan kemana mereka setelah lulus.

 "Eh, soal sosialisasi dari Bu Nurul tadi, rencana kalian ke depannya gimana?" tanya Meisya, sekaligus membuka perbincangan di dalam sekumpulan remaja itu sambil menikmati bekal makan siangnya.

 Hari itu kelas XII MIPA 1 sangat ramai. Ada yang sedang mengerjakan tugas karena semalam ketiduran, yang sedang menonton film di handphonenya, ada yang menjahili temannya, ada yang membaca novel, dan beragam lainnya.

 "Kalau aku sih, udah ada rencana mau masuk UI, jurusannya administrasi. Minta doanya ya teman-teman," sahut Aisha sambil bersusah payah mengunyah makanan di dalam mulutnya.

 "Kalau aku sendiri sih, disuruh coba ke STAN sama orang tua. Tapi, masih aku pikir-pikir karena kalian tau dong ya kemampuan aku sebatas mana," timpal Meisya dengan nada bergurau. Laila dan Aisha yang mendengar itu hanya ikut terkekeh. Meisya mengalihkan tatapannya pada Laila yang masih termenung menatap bekal makan siangnya dengan tatapan kosong. "Kalau kamu gimana, La?" lanjut Meisya.

 Laila terkesiap mendapat pertanyaan dari Meisya. Ia terlihat kebingungan menjawab pertanyaan Meisya. Entahlah apa yang sedang ia pikirkan saat itu. "Masih belum tau. Bingung pilih jurusan, universitasnya juga," ucap Laila dengan nada pelan. Terdengar keresahan dari nada bicaranya.

 "Saran aku, mending kamu coba konsultasi dulu deh ke bimbingan konseling. Ya, mana tau kan dapet pencerahan gitu," sahut Aisha, memberi saran. Laila tampak mengangguk.

 "Iya, rencananya minggu depan mau ke sana, " sahut Laila.

 "Nah, lebih cepet lebih baik, " sahut Aisha sambil mengacungkan jempolnya.

     "Eh, iya. Kalian tau gak sih? Rumor yang lagi ramai tentang si Izzud itu?" tanya Meisya lagi, kali ini dengan nada menggebu-gebu. Aisha dan Laila tampak menggeleng. "Sumpah kemarin aku liat dia sama temen-temennya masuk club. Malem-malem pula," lanjut Meisya.

 "Kamu liat dia langsung?" tanya Aisha yang dibalas anggukan cepat oleh Meisya. "Kamu ngapain juga malem-malem di sana?" tanya Aisha dengan tatapan curiga.

 Meisya langsung merubah ekspresinya menjadi datar. "Ini pasti kamu udah mikir macem-macem, kan?" sahut Meisya, "tenang, Ais, aku ke sana karena kebetulan lewat abis antar Mamahku ke mall," lanjut Meisya menjelaskan. Aisha hanya ber-oh ria mendengar penjelasan Meisya.

  "Lagian, Mei, kamu kok suka banget ngomongin anak itu sih? Gak baik tau ngomongin orang gitu," sahut Laila seraya menggeleng-gelengkan kepalanya pelan yang hanya dibalas cengiran oleh Meisya.

 "Ya, aku sih gak heran ya sama pergaulannya yang seluas itu. Kan, anak orang kaya. Orang tuanya kerja semua, mana dia anak tunggal. Mau lari kemana lagi uangnya kalau bukan buat Izzud?" ucap Aisha. Ia ikut menimpali ucapan Meisya dengan tidak kalah menggebu-gebu.

 "Iya juga sih. Tapi dia beruntung banget lho punya temen deket kaya Ryan. Seengganya dia bisa nasehatin Izzud, ngajak ke arah yang bener, jadi gak terlalu brutal deh tuh si Izzud," sahut Meisya.

 "Udah, udah. Ayok, obrolin yang lain aja," sela Laila di tengah perbincangan kedua temannya tersebut. "Btw, gimana lomba puisi kamu, Sha? Lancar?" tanya Laila. Mencoba mengalihkan pembicaraan.

~~~

 Bel pulang sekolah berdering cukup keras hingga ke seluruh penjuru kelas. Semua siswa bergegas keluar kelas, melepaskan kepenatan mereka selama jam pelajaran yang membuat kepala mereka hampir pecah. Tidak lebay, karena memang itu cukup nyata dialami pelajar sekarang. Mungkin, jika kalian seorang pelajar dan kebetulan membaca ini, kalian sedang tersenyum karena merasakan hal yang sama.

 "Bro, pulang bareng gak?" tanya Izzudin seraya menyampaikan tas ranselnya di bahu sebelah kanan. Temen sebangkunya itu menoleh lalu mengangguk senang. "Tapi lo temenin gue beli handphone dulu, ya? Gue udah bosen banget sama handphone gue yang sekarang," lanjut Izzudin.

 Temen sebangkunya itu mengernyit. "Bukannya handphone lo yang sekarang baru beli sebulan kemarin? Kok udah mau beli lagi?" ucap Ryan.

 Mereka mulai melangkah beriringan keluar kelas menuju tempat parkiran yang letaknya tidak terlalu jauh dari kelas.

 "Iya, sih. Tapi gue kemarin liat handphonenya Angga bagus banget, kan gue jadi pengen. Makanya nanti lo temenin gue, oke?" ucap Izzudin seraya merangkul bahu Ryan. Terlihat sekali mereka adalah sohib yang sudah lama dekat. Ya, bagaimana tidak? Mereka hidup bertetangga, sekolah pun mereka selalu di tempat yang sama, meski terkadang mereka tidak satu kelas.

 Ryan memutar bola matanya malas. "Yaudah. Mau gimana lagi. Gue ngelarang juga percuma, kan?"

 Izzudin tertawa pelan. Mereka sudah sampai di tempat parkiran di mana Izzudin memarkirkan kendaraannya. Izzudin menaiki motornya lalu mulai menyalakan mesinnya.

 "Ini, motor lo baru lagi, Zud?" tanya Ryan seraya meneliti motor hitam pekat yang dinaiki temannya tersebut. Izzudin hanya mengangguk sebagai jawaban. "Bukannya baru beli setahun kemarin?"

 "Iya, emang. Yang itu gue simpen di bagasi. Buat ganti-ganti aja sih kalau lagi bosen," sahut Izzudin dengan santai.

 Ryan hanya bisa menghela napasnya seraya menggeleng-geleng pelan melihat kelakuan temannya tersebut. "Gue udah sering banget lho bilang ini ke lo, Zud," ucap Ryan, "jangan terlalu boros. Harus berapa kali sih gue bilang?" lanjut Ryan yang terlihat kesal karena perbuatan temannya itu.

 Izzudin hanya membalasnya dengan mengangkat kedua bahunya, bodo amat. "Yaudah, lah, ya. Ini jadinya lo mau balik sama gue, atau mau berdiri terus di situ, hah?"

 "Ya, baliklah."

 "Yaudah buru naik. Jangan ceramah mulu. Lama-lama lu mirip tau gak sih sama nenek gue," ucap Izzudin.

 Ryan hanya diam, tidak menimpali ucapan Izzudin selanjutnya. Mereka mulai membelah jalanan ibukota yang macet dengan motor baru Izzudin yang gagah itu. Menikmati sore hari dengan bermacet-macetan sekaligus dengan perbincangan selama perjalanan sampai mereka tiba di rumah mereka masing-masing.

 Selalu ada hal berbeda dalam sebuah kisah. Yang satu bahagia, yang satu sedih. Yang satu cemas, yang satu bersukacita. Yang satu bimbang, yang satu sibuk dengan kesenangannya. Pada masa itu, memang tidak ada yang mereka pikirkan selain kesenangan yang mereka rasakan saat itu. Terkadang keadaan membuat mereka terlena dengan kenyataan yang sedang menanti mereka di hari esok. Kita tidak pernah tahu, tapi kita harus bersiaga. Harus menyiapkan segala sesuatu yang akan terjadi.

 ~~~

Seminggu sejak obrolan mereka tentang akan melanjutkan kemana setelah lulus, kembali berlanjut. Hari itu adalah hari yang bertetapan dengan tanggal yang Laila tetapkan bersama Bu Nurul untuk berkonsultasi. Hari itu juga berbarengan dengan pengumuman lomba puisi yang Aisha ikuti tempo hari.

 "Kan gak semua hasil berjalan sesuai ekspektasi. Aku udah berusaha semaksimal mungkin buat lomba puisi kali ini," ucap Aisha dengan nada berat.

 "Ini senang atau sedih nih jadinya," sahut Laila dengan nada meledek.

       "Hahaha, iya, kaya gak terima tuh jawabannya," sahut Meisya ikut meledek.

 "Udah, udah, lupain aja deh. Kan, sekarang masalahnya ada di kamu Laila," sahut Aisha, mencoba mengalihkan pemibicaraan yang semakin memojokkan keadaannya. "Kamu jadi konsultasi ke bimbingan konseling gak hari ini?”tanya Aisha.

 "Nanti deh, ini kan masih jam pelajaran, takutnya nanti malah Bu Nurul lagi gak ada di ruangan," jawab Laila dengan alasan klasiknya.

 "Gak, gak, nanti keburu kamu telat persiapan masuk kuliah, Laila. Jangan suka nunda-nunda deh. Ayo, aku anter sekarang," ucap Meisya gemas karena alasan yang diberikan Laila sudah didengarnya ratusan kali.

 "Ikut dong, ko gak ngajak sih," rengek Aisha yang turut penasaran dengan Laila yang akan memilih jurusannya sekaligus mendengar pencerahan dari Bu Nurul.

 Mereka pun menelusuri koridor sekolah menuju ruangan bimbingan konseling yang berada di ujung tepat di samping ruang kepala sekolah.

 "Assalamu’alaikum," ucap mereka serempak di depan pintu ruangan tersebut.

 "Wa’alaikumsalam, silahkan masuk," sahut seseorang dari dalam ruangan.

 "Permisi," ucap Meisya sambil membuka pintu, satu persatu dari mereka masuk dan disambut dengan dingin AC yang membuat bulu kuduk merinding bagi beberapa orang, pasalnya orang-orang memasuki bimbingan konseling atau BK merupakan siswa/siswi yang nakal dan bermasalah, guru-gurunya pun pasti tegas dan galak, namun berbeda untuk sekarang ini dimana bimbingan konseling menjadi tempat untuk curhat entah itu masalah sekolah atau pribadi. Guru-gurunya pun baik, ramah, dan pengertian, mendengarkan semua masalah dan membantu menemukan solusinya.

 "Ada apa?" tanya seorang guru perempuan yang biasa dipanggil Bu Nurul.

 "Saya mau konsul, Bu," ucap Laila.

 "Oke, silahkan duduk. Sebelum itu, temen-temennya boleh keluar dulu ya," ucap Bu Nurul dengan nada lembut seperti biasanya. Aisha dan Meisya terdengar berbisik-bisik pada Laila mengucapkan semangat sebelum meninggalkan ruangan.

 Laila pun mulai menceritakan kebimbangannya akan jurusan apa yang harus dipilihnya di perguruan tinggi selepas kedua temannya itu meninggalkan ruangan konseling.

 "Sebaiknya kamu pilih yang sesuai dengan passion kamu dan kira-kira kamu bakal betah disitu atau gak," sahut Bu Nurul begitu Laila selesai menceritakan kegelisahannya selama ini. "Kalau gak salah kamu itu yang dapat juara 2 di OSN cabang biologi tingkat provinsi itu, kan? Kayanya jurusan kedokteran cocok deh buat kamu," sambung Bu Nurul.

 "Iya, Bu. Kalau gitu nanti saya pertimbangin dulu terus obrolin sama orang tua dulu deh, Bu. Sebelumnya terima kasih, Bu, atas bimbingan dan solusinya," ucap Laila dengan penuh semangat. Terlihat tatapannya lebih berbinar seolah ada secercah pegharapan di dalamnya.

 "Alhamdulillah kalau begitu. Semoga apapun yang kamu pilih nanti, kamu bisa dapat SNMPTN jurusan yang kamu mau," ucap Bu Nurul dengan senyum lebar.

 "Aamiin. Kalau begitu, saya permisi ya, Bu," ucap Laila yang dibalas anggukan. Ia menyalami Bu Nurul sebelum akhirnya pergi dari ruangan tersebut dengan hati yang lebih lega dari sebelumnya.

~~~

Langit tampak gelap, matahari meninggalkan bercak kemerahan di ufuk barat, sayup-sayup suara adzan terdengar bercampur suara bising motor yang berhenti di halaman sebuah rumah besar bercat kuning.

 Izzudin langsung saja nyelonong masuk ke rumah tanpa mengucapkan sepatah katapun, bahkan untuk sekadar mengucap salam. Ia melihat kedua orang tuanya tengah duduk dengan teh dan kue yang telah disediakan, dia pun menghela napas berat seakan tau apa yang akan terjadi.

 "Wa’alaikumsalam, gimana kabarmu, Nak? Gimana sekolahnya? Ayo duduk sini," ucap sesosok perempuan yang terlihat mulai menua berbicara dengan lemah lembut.

 Izzudin melempar tas nya ke sofa dan duduk dengan wajah tidak sedap dipandang, "Mau ngomongin apalagi sih dari kemarin masalah sekolah mulu yang diomongin." Izzudin bosan dengan pembicaraan mengenai masa depannya, ia masih ingin menikmati masa mudanya dengan bersenang-senang tanpa memikirkan apapun tentang hari esok.

 "Dengar dulu, Nak, ini penting. Kamu kan sebentar lagi lulus, kamu harus memikirkan langkahmu kedepannya," sahut ayahnya berucap dengan menekankan setiap kata. Menandakan bahwa ia tengah bertindak tegas pada anak satu-satunya tersebut.

 "iya, iya, oke. Apa? Ini udah mau dengerin," ucap Izzudin akhirnya mau mendengarkan nasihat orangtuanya walau dengan setengah hati.

 "Kamu mau lanjut kemana nanti, Nak? Kami akan membantu kemanapun kamu mau," sahut Ibunya dengan semangat karena akhirnya anaknya mau membahas tentang masa depannya.

 "Aku masih gak tau mau kemana. Lagian kan masih ada besok jadi gak harus bahas itu sekarang, kan?" Izzudin masih bergantung pada kata hari esok untuk belajar padahal tidak ada yang tau hari esok akan bagaimana.

 "Kamu masih ingin bermalas-malasan begini?" tanya Ibunya masih mencoba membujuk anaknya agar menentukan masa depannya.

 "Udah deh, Bu, Yah, aku mau tidur, cape, baru juga pulang sekolah udah bahas ginian, tiap hari lagi" ucap Izzudin sangat kesal karena dia terus ditanyakan hal yang sama sekali tidak disukainya setiap hari. Ia pun meninggalkan kedua orang tuanya tersebut.

 ~~~

Hari itu seperti hari biasanya. Lorong sekolah sesak dipenuhi oleh siswa/siswi yang sedang mengantre melihat sesuatu di papan pengumuman. Beberapa kertas berisi hasil seleksi SNMPTN terpampang pada papan pengumuman itu. Laila masih terpaku meneliti setiap nama yang ada pada kertas tersebut dengan wajah cemas.

 "Kalian gimana hasilnya?" tanya Meisya dengan menggebu-gebu.

 "Alhamdulillah aku lolos SNMPTN sesuai jurusan dan universitas yang aku mau," ucap Aisha dengan rasa syukur yang tak terhingga. Binar kebahagiaan terlihat jelas dari sorot kedua matanya.

 "Syukurlah," ucap Meisya dengan helaan napas lega. "Kalau kamu gimana Laila, kenapa kamu diem aja dari tadi? Kamu keterima, kan?" tanya Meisya dengan binar penuh harapan dan cemas kepada Laila.

 "Kayanya kali ini belum rejeki aku, Mei, Sha," ucap Laila dengan kedua pelupuk mata yang menggenang air. Ia terlihat menahan tangisnya di depan kedua temannya tersebut.

 "Kamu bohong kali. Kamu bercanda, kan?" sahut Aisha yang tidak percaya dengan jawaban Laila.

 Laila hanya diam, menahan tangisnya. Ia hanya menatap kedua temannya dengan kedua mata berlinang air mata. Tatapannya seolah menjelaskan kalau ia sedang tidak bercanda. Kedua temannya yang menyadari tatapannya tersebut pun langsung memeluk tubuh Laila seraya mengelus punggung Laila. Memberikan temannya kekuatan yang mereka bisa beri seraya mengucapkan kata semangat supaya temannya itu tidak menyerah akan kegagalan yang sedang menerpa kehidupannya tersebut.

 "Aku serius, aku belum keterima di universitas dan jurusan yang aku mau," bisik Laila di dalam dekapan kedua temannya seraya meneteskan air matanya.

~~~

Malam itu cukup damai, bulan dan bintang menampakkan dirinya cukup jelas, binatang malam mengeluarkan simfoni indahnya, angin menyibak kain yang menutupi jendela kamar itu. Izzudin sedang asyik memainkan handphone barunya yang dibeli tempo hari.

 "Hadeuh, bosen banget malem minggu ngerem doang di kamar, coba jalan-jalan ah. Oiya, kalau gak salah ada tempat hiburan baru deket stasiun, coba kesana deh," ucapnya dalam hati. Kemudian ia bersiap-siap untuk pergi.

 Saat melewati kamar orang tuanya, ia mendengar suara batuk yang cukup berat, tapi ia tak mempedulikannya karena Izzudin menganggap itu hal biasa dan tidak perlu dicemaskan. Ia segera menuju garasi tempat motornya dan diam-diam keluar rumah melibas jalanan malam yang sepi.

~~~

Malam yang sunyi terpecahkan oleh hingar bingar suara musik yang memekakkan telinga, gemerlap lampu warna warni yang menyilaukan mata, denting botol dan gelas beradu, lelaki dan perempuan menjadi satu dalam ruangan. Seorang pemuda tampak mabuk berat di ujung ruangan, menghiraukan handphonenya yang terus berdering.

 Paginya Izzudin langsung menancapkan gas untuk pulang setelah semalaman bersenang-senang di sebuah klub hiburan. Ia memacu motornya dalam keadaan belum sepenuhnya sadar.

 Sesampainya di rumah dia tidak menemukan siapapun disana, namun anehnya pintu utama terbuka lebar. Izzudin langsung mengecek handphone nya dan melihat banyak sekali panggilan tak terjawab dan beberapa pesan dari orang tuanya. Saat ia membuka pesan tersebut satu persatu, diapun terbelalak tak percaya mendapat kabar bahwa Ayahnya tiba-tiba terkena serangan jantung dan dilarikan ke rumah sakit, seakan mendapat kesadarannya kembali Izzudin langsung menyalakan kembali motornya dan melaju dengan kecepatan penuh menuju rumah sakit.

 Setibanya di rumah sakit Izzudin langsung berlari ke ruangan dimana ayahnya dirawat, dengan napas tersengal-sengal dia sampai di depan pintu ruangan. Namun takdir tidak memberikan Izzudin kesempatan untuk bertemu dengan ayahnya lagi, tepat saat ia membuka pintu suara monitor jantung telah berbunyi tanpa putus-putus. Seorang perawat terlihat sedang berusaha melakukan CPR, namun kemudian perawat berhenti melakukannya dan memohon maaf sedalam-dalamnya, orang-orang di dalam ruangan itu pun menangis histeris.

 Izzudin diam membisu, hatinya perih seakan tersayat belati paling tajam, ingatannya kembali ke saat dimana ia membuat ayahnya kecewa, memang penyesalan selalu datang di akhir. Dalam lubuknya ia sangat ingin memeluk jasad ayahnya, namun karena penyesalan dan rasa bersalahnya itu menahan tubuhnya melakukan hal itu hingga ia hanya dapat menangis sambil mematung.

 Kesedihan belum berhenti sampai situ, sepulang dari pemakaman almarhum ayahnya rumah mereka didatangi dua orang dari sebuah bank, mereka menjelaskan bahwa alrmahum ayahnya pernah memiliki hutang yang sangat besar dan itu akan dibebankan kepada ibunya.

 Seketika itupun dia sadar bahwa selama ini kedua orang tuanya selalu bekerja keras siang dan malam untuk memenuhi semua keinginan anak semata wayangnya. Ayahnya bahkan tak segan untuk meminjam uang ke bank demi bisa melihat anaknya senang. Namun apa yang telah dirinya berikan? Tidak ada kebahagiaan yang telah diberikan kepada keduanya, justru kekecewaan mendalam yang mereka rasakan karena dirinya sama sekali tidak mau membicarakan masa depannya.

 Setelah dua orang itu pergi, Izzudin melihat ibunya yang terlihat sedang terbebani pikirannya. Iapun langsung memeluk ibunya seraya menangis. Ibunya pun mengelus kepala anaknya dengan lembut sambil mengeluarkan air mata.

 "Bu, maafin Izzudin ya, Bu, selama ini cuma kecewain Ibu sama Ayah, karena Izzudin juga Ibu harus kerja, karena Izzudin juga Ayah sampai rela berhutang," ucap Izzudin sesegukan, baru pertama kalinya selama ini dia bersikap seperti ini kepada orang tuanya.

 "Tidak apa-apa, Nak. Kamu gak salah, Ibu sama Ayah cuma mau ngeliat kamu seneng, kamu seneng kami juga ikut bahagia," ucap Ibunya yang berusaha menenangkan anaknya.

~~~

Beberapa hari setelah pengumuman SNMPTN, Laila menjalani harinya dengan tidak bersemangat. Laila merasa buntu dan kehilangan arah dalam memilih melanjutkan jenjang pendidikannya.

 "Bagaimana ini, aku sudah berusaha belajar dengan giat tetapi tetap gagal untuk mendapatkan SNMPTN di jurusan yang aku mau," kalimat ini yang selalu diucapkan Laila pada dirinya sendiri.

 Hari semakin berganti, perubahan sikap Laila yang menjadi lebih murung ini disadari oleh orang tuanya. Ibunya yang merasa khawatir menanyakan kepada Laila mengenai apa yang sedang dipikirkannya.

 "Laila, ibu perhatikan beberapa hari ini kamu terlihat lebih murung. Coba cerita sama Ibu, sebenarnya ada apa?" tanya Ibu kepada Laila.

 "Aku gagal mengambil jurusan biologi melalui SNMPTN, Bu," ucap Laila yang menunjukkan kesedihannya.

 "Tidak apa-apa Laila, Ibu bangga sama kamu. Melihat kesungguhan dan semangat belajarmu selama ini, kamu hebat. Ibu paham ada rasa kekecewaan yang kamu rasakan ketika mendapat kabar bahwa kamu gagal, tetapi ibu yakin pasti ada jalan lain yang terbaik untuk kamu. Bagaimana kalau kamu mengikuti tes SBMPTN?" ucap Ibu Laila yang memberikan dukungan pada anaknya. Sekaligus memberikan saran.

 "Aku memang ada niat untuk mengikuti tes SBMPTN sih ,Bu, tetapi aku ngga yakin kalau aku bisa lolos dijurusan biologi lagi," sahut Laila.

 "Kalau begitu kenapa kamu gak coba mengambil jurusan teknik kimia? Bukannya sebelum ini kamu pernah minat di bidang itu? Nilai kimiamu juga selama ini lebih unggul dibanding nilai yang lain," sahut Ibu Laila yang menyampaikan sarannya.

 "Iya juga ya, Bu, aku baru inget kalau pernah minat di jurusan itu," ucap Laila menyetujui saran dari Ibunya. Selama ini ia hanya terfokus pada jurusan yang kemarin ia pilih hingga tidak terpikirkan hal yang lainnya.

 "Yasudah, kalau begitu pikirkan dulu baik-baik kamu ingin mengambil jurusan yang mana, apapun jurusan yang nantinya kamu pilih, ibu tetap bangga sama kamu," ucap Ibu Laila menutup pembicaraan itu dan meninggalkan Laila yang sedang menimbang saran dari ibunya tersebut.

~~~

Sudah tiga hari sejak pembicaraan dengan Ibunya, Laila semakin kalut dengan pikirannya untuk menentukan jurusan mana yang akan ia pilih.

 Hingga pada suatu hari Laila mengikuti sebuah kajian islam yang digelar di pusat kota, di tengah-tengah kajian si penceramah menyampaikan bahwa Allah SWT senantiasa memberi petunjuk kepada hambanya yang beriman, dengan mengembalikan semua urusan dan masalah kepada-nya, niscaya Allah SWT akan memberikan jalan keluar sesulit apapun keadaanya. Laila pun terpikirkan untuk melakukan shalat istikharah untuk mengatasi kebimbangannya selama ini, selepas kajian Laila segera mencari tau tata cara mendirikan shalat istikharah.

 Di sepertiga malam terakhir yang tenang dan damai Laila memutuskan untuk melaksanakan shalat istikharah yang dipelajarinya siang tadi, dia segera mengambil air wudhu dan menggelar sajadah, dalam simpuh sujudnya Laila menyerahkan semua keresahan dan keputusasaan dalam dirinya kepada sang maha pencipta, setelah itu iapun berdoa dengan lirih dan isak tangis berharap akan petunjuk dari yang maha penguasa.

~~~

Di sisi lain, Izzudin masih terbangun dengan raut wajah penuh kesedihan dan penyesalan, tangannya memegang sebuah surat wasiat dari almarhum Ayahnya yang ditemukan di atas lemari pakaiannya, kalimat terakhir di surat itu menunjukkan bahwa Ayahnya sangat ingin agar anaknya melanjutkan pendidikannya demi masa depannya nanti. Dari situlah Izzudin tau bahwa almarhum Ayahnya berhutang kepada bank untuk membiayai rencana pendidikannya.

 Setelah merenung cukup lama, dia segera menyalakan laptopnya dan mencari tau apapun tentang perkuliahan, ia tak ingin menyia-nyiakan apa yang dilakukan oleh ayahnnya sejauh ini, ia tak ingin membuang-buang waktu lagi, karena sejujurnya iapun agak menyesal karena melewati kesempatan SNMPTN, mungkin bila ia berhasil mengambil kesempatan itu dia bisa membantu meringankan beban hutang yang telah dipindahkan ke ibunya.

 Pagi harinya Izzudin membicarakan tentang rencana masa depannya bersama ibunya, ia memutuskan untuk mengambil jurusan ilmu agama karena ingin menutupi rasa penyesalan serta keburukan yang telah dilakukannya dahulu. Ibunya terharu bercampur bahagia karena anaknya dapat berubah menjadi kepribadian yang lebih baik.

~~~

Beberapa hari kemudian, Laila dengan temannya sedang berkumpul sambil membicarakan obrolan ringan.

 "Gimana kelanjutannya, kamu jadi mengambil jurusan apa, La? " tanya Aisha.

 "Insya Allah, aku sudah mantap akan mengambil jurusan teknik kimia," sahut Laila dengan nada yang sangat yakin.

 "Wah, kayanya sekarang udah mantap banget nih, padahal kemarin sempat pasrah dan bingung," ucap Meisya yang ikut bergabung dalam pembicaraan tersebut.

 "Iya dong, soalnya beberapa hari yang lalu aku sangat kalut dan bingung sampai akhirnya memutuskan untuk salat istikharah agar mendapatkan petunjuk, dan alhamdulillah lewat mimpi aku mendapatkan jawaban dan insya allah aku mantap akan melanjutkan di jurusan teknik kimia," jawab Laila dengan penuh semangat.

 Laila yang sudah mantap dengan jurusan yang ia pilih pun mulai giat belajar untuk mempersiapkan dirinya menjelang pendaftaran tes SBMPTN. Hari demi hari yang sudah dilalui oleh Laila hingga tak terasa tiba masa pengumuman SBMPTN.

 "Duh, aku masih belum berani membuka web nya takut hasilnya gagal lagi," ucap Laila pada dirinya sendiri.

 Beberapa menit kemudian Laila meyakinkan diri membuka web tersebut diiringi  dengan rasa penasaran.

 "Alhamdulillah akhirnya aku lolos SBMPTN di jurusan teknik kimia. Terima kasih ya Allah sudah memberikan petunjuk jalan melalui salat istikharah kemarin," Laila bersuka cita dengan penuh rasa bersyukur setelah melihat monitor laptopnya menampilkan keterangan bahwa Laila lulus SBMPTN.

~~~

Hari-hari resah Laila pun telah berakhir, pada akhirnya ia berhasil keluar dari kondisi tersulit yang mengharuskan ia menentukan apa yang akan ia lakukan untuk  massa depanya, kegagalan yang  pernah ia lalui kini berubah menjadi keberhasilan yang benar benar berhasil.

      Kini saatnya Laila harus bisa memanfaatkan kesempatan yang telah Allah berikan kepadanya dengan tidak menyia-nyiakan apa yang telah ia capai. Karena sesungguhnya Allah selalu memberikan petunjuk bagi orang-orang yang beriman.

 ~~~

    Dari sosok Izzudin kita tahu bahwa hal-hal yang dilarang oleh Allah memang menyenangkan, mampu membuat lupa akan semuanya dan kita tahu saat kita melakukan apa yang Allah larang kita akan mendapatkan mudharat nya, seperti dosa atau bahkan azab pedih yang Allah berikan. Saat sudah masuk atau terjerumus didalamnya satu dua kali kamu masih merasakan kesenangan nya namun saat kamu sudah menemukan penyesalan dan ingin berhenti melakukan hal tersebut akan ada sesuatu yang membuatmu sakit. Tapi tidak perlu khawatir atau risau, mungkin itu adalah petunjuk bagi Allah agar kamu berhenti dan kembali kepada-Nya, karena sesungguhnya Allah sedang membersihkan dosa-dosa mu.

     Dari sosok Laila pula kita bisa ambil hikmahnya nya, dimana saat kamu merasa resah dan gundah, kamu merasa bahwa duniamu hancur, dan kamu merasa bahwa kamu tidak mampu menggapai masa depan yang kamu impikan, ingatlah bahwa Allah mempunyai sifat Al-Hadi, Allah SWT. selalu memberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman, dan Allah akan selalu memberikan jawaban di setiap masalah-masalah yang selalu menyertai manusia karena Allah tidak akan memberimu ujian diluar batas kemampuanmu selalu ingatlah kepada-Nya karena Allah lah yang maha segalanya.

    Tanamkan keimanan pada hatimu yakinkan hatimu bahwa segalanya butuh Allah SWT. tidak perlu takut saat kamu tidak tahu tentang Agama karena saat kamu bersungguh sungguh untuk menutup kekuranganmu Allah akan membantunya, karena lebih baik menjadi sosok yang bodoh tapi tahu bagaimana caranya selalu berusaha bersungguh-sungguh dalam beribadah dan tanpa ada rasa kesombongan, daripada menjadi sosok yang tahu tentang agama tapi selalu sombong dan menganggap dirinya lah yang paling benar. Sesungguhnya, Allah membenci orang-orang seperti itu.

 "Dan inilah cerita dari sifat Allah (Al-Hadi) yang artinya maha memberi petunjuk kedalam hati orang-orang yang beriman." (Mujahid Izzudin Alqossam, Meisya Agrisa Hestiawan, Nurlaila Safitri dan Ahmad Ryan Firmansyah)




Related

Asyik 8716820437314249433

Posting Komentar

emo-but-icon

Yuk Kepoin !

Blogger news

Trending

item