Sukses dan Gagal Versus Pikiran

https://www.kangsanil.my.id/2021/02/sukses-dan-gagal-versus-ikiran.html
Banyaknya harta yang kita miliki tidak pernah
membuat kita merasa cukup menjadi "kaya" dalam arti yang
sesungguhnya. Mari kita luruskan pengertian kita mengenai orang
"kaya". Orang yang "kaya" bukanlah orang yang memiliki
harta benda banyak, tetapi orang yang dapat menikmati apa pun yang dimiliki
tanpa merasa terikat pada kepemilikan barang-barang itu!
Orang itu sadar sepenuhnya bahwa dia datang ke dunia hanya dibekali satu nyawa
(jiwa). Nah, dia harus merasa memiliki nyawa itu, dan harus merawat serta
bertanggung jawab dalam kehidupannya. Dengan nyawa itu pulalah, seseorang harus
hidup bahagia, di mana pun dia berada, dan dalam kondisi apa pun.
Kunci kebahagiaan adalah bersyukur! Mensyukuri apa yang kita dapat itu penting.
Termasuk hanya punya satu nyawa untuk bisa hidup di alam ini. Kebahagiaan itu
bisa dibuat dengan tidak meminta apa pun kepada orang lain, tetapi berikan apa
yang bisa diberikan kepada orang lain agar bahagia.
Betapa sering kita memfokuskan diri pada apa yang kita inginkan sehingga
membuat kita menjalani hidup dengan segala rasa kurang puas. Kita tidak pernah
memfokuskan diri pada apa yang kita miliki dan memberdayakan seoptimal mungkin
apa yang ada dan apa terjadi pada kita. Jika kita tetap berfokus pada
keinginan, hidup pun terasa menjadi sengsara karena selalu merasa kurang puas
dengan apa yang sudah dimiliki atau yang terjadi.
Kita dapat mengubah perasaan itu dengan berfokus pada apa yang sudah kita
miliki. Cobalah lihat keadaan di sekeliling, pikirkan yang dimiliki, dan
syukurilah. Karena itu, Anda akan merasakan nikmatnya hidup ini dengan segala
yang terjadi pada diri kita. Siap untuk menjalani segala peran yang disediakan
alam untuk kita. Peran kocak membuat kita tertawa. Peran sedih membuat kita
menangis. Peran bercinta membuat kita mabuk kepayang. Itulah dunia, tempat
berperan untuk melakoni lokakarya kehidupan. Dan tugas kita harus bias berjuang
dengan peran yang sedang kita perankan sebaik-baiknya. Tentunya boleh-boleh
saja kita memiliki keinginan, tetapi kita perlu menyadari bahwa itulah akar
perasaan tidak tenteram. Sang Buddha selalu mengingatkan hal itu dalam surat
demikian: "Kesengsaraan yang sesungguhnya adalah hal yang melekat pada
harta duniawi."
Katakanlah kita sudah memiliki rumah, kendaraan, pekerjaan tetap, dan pasangan
yang baik. Tetapi, Anda masih merasa kurang. Pikiran Anda dipenuhi berbagai
target dan keinginan. Anda begitu terobsesi oleh rumah yang besar dan indah,
mobil mewah, serta pekerjaan yang mendatangkan lebih banyak uang. Kita ingin
ini dan itu. Bila tidak mendapatkannya, kita terus memikirkannya. Anehnya,
walaupun sudah mendapatkannya, kita hanya menikmati kesenangan sesaat. Kita
tetap tidak puas, dan kita ingin yang lebih lagi dan lagi.
Dengan melihat apa yang menjadi problem kita, hendaknya itu cepat diselesaikan,
jika dibiarkan terlalu lama, berlarut-larut, membuat kita jadi frustrasi, dan
akhirnya depresi. Segera buat keputusan, dan jangan menjadi orang yang terlalu
"ideal". Itu memang penyakit kita, apa yang ada di pikiran dan
menjadi prinsip di batin harus dijalankan, dan kalau ada penentang atau
hambatan kita hajar atau kabur. Itulah masalah yang kita timbulkan sendiri.
Nah, sekarang kita harus sedikit pakai stategi "lentur sedikit" pakai
ilmu bambu, batang bambu walaupun tinggi, ditiup angin sampai ujungnya mencapai
tanah pun bambu itu, tidak patah, bahkan bisa melambai naik kembali. Batang
bambu mampu mengikuti terpaan angin badai sekalipun. begitu juga kita, harus
mampu mengikuti arus kehidupan tanpa menghakimi, nikmati saja seperti air
mengalir, tidak lurus kaku, jika ada yg menghambat bisa membelok atau mencari
jalan lain, tetapi tidak berhenti. Karena itu, air yang terhenti akan mengendap
jadi kubangan lama-lama dipenuhi cacing dan jadi dangkal.
Mengalir ibarat air itu penting. Hal tersebut dijabarkan dengan bekerja
sebagaimana porsi dan posisi yang kita dapat dalam hidup ini. Ada pendapat yang
mengatakan bahwa manusia sesungguhnya makhluk pemalas. Mereka mengharapkan ada
kekuatan suci tertentu yang dapat menghapus dosa-dosanya, sekaligus membawa
mereka ke tempat yang suci yang nyaman. Apakah itu benar dan masuk akal? Dalam
agama apa pun kita ditegaskan bahwa Tuhan Yang Maha Esa menunjuk para orang terpilih,
orang-orang suci, para nabi untuk menunjukkan jalan yang benar kepada umat
manusia. Tetapi, manusia itu sendirilah yang harus berusaha. Nabi-nabi hanya
memberi jalan dan arah menuju kebenaran, sedangkan keputusan ada di manusia itu
sendiri yang memutuskan untuk jadi orang baik atau orang jahat.
Orang bijak sadar bahwa keberhasilan atau kegagalan hidupnya adalah konsekuensi
perbuatan dan hasil pikiran-pikiran yang terbentuk. Manusia harus selalu
mengintrospeksi diri, apakah pikiran dan perbuatan sesuai dengan hukum alam dan
kehendak Yang Mahakuasa? Karena pahala dan dosa tidak bisa diwakilkan, dan
harus ditanggung sendiri
Apakah bisa kita mungkiri bahwa hidup di dunia adalah medan perjuangan yang
bergelimang penderitaan? Sebagian orang masih menyangkal karena mereka hidup
dalam kondisi serba baik dan menyenangkan. Karena itu kita melihat dengan mata
hati, dunia ini sebagai surga atau sebagai neraka penderitaan. Hanya diri
sendiri yang bisa menjawab karena mengalaminya.
Pertanyaan yang menggoda yang muncul sebagai berikut. "Adakah dari kita yang
suatu saat bisa menghindarkan diri dari ketuaan, penyakit, dan kematian?"
Tentu saja jawabannya tidak. Karena itu, jalani hidup dengan bersyukur dengan
menghargai pemberian Tuhan, yaitu nyawa (jiwa) yang bersemayam di dalam tubuh
kita. kangsanil