Usang Dibarui, Lapuk Dikajangi

Di pusat kota Banyuwangi, ada seorang murid pintar dan sholeh bernama Cyw. Pada saat kenaikan kelas 12, Cyw harus pindah ke Jakarta karena ayahnya dipindah tugaskan ke kota Metropolitan itu. Cyw merasa berat hati saat meninggalkan kota kelahirannya, namun ia harus menuruti permintaan orang tuanya.
Cyw pun pindah ke salah satu sekolah swasta Jakarta. Tahun ajaran telah dimulai, Cyw pun mulai beradaptasi dengan lingkungan sekolah barunya. Setelah memperkenalkan diri di depan kelas, akhirnya Cyw duduk di samping teman barunya. Cyw yang memiliki sifat pendiam tidak langsung berkenalan dengan teman sebangkunya, dia diam saja.
Pada akhirnya Rizal yang mengawali perkenalan tersebut.
"Hai bro, gue Rizal. Nama lu siapa? Pindahan dari mana?" Tanya Rizal penasaran.
"Gue Cyw, pindahan dari Banyuwangi." Cyw menjawab seperlunya saja.
"Lu kalau butuh apa-apa bilang aja ke gue. Lu pasti belum ada temen kan? nanti kita nongkrong bareng juga." Kata Rizal dengan gaya tengilnya.
"Iya gampang, makasih ya." Cyw pun membalas dengan ramah.
Rizal adalah salah satu anak yang populer di sekolah, selain tampan Rizal juga populer karena kenakalannya.
Pelajaran Matematika dimulai, Ibu Adnin menerangkan materi pelajaran. Hampir 2 jam pelajaran, tiba-tiba gadis cantik berbadan ramping menoleh ke arah Rizal yang duduk tepat dibelakangnya.
"Zal, bosen nih. Berani jailin Bu Adnin gak lu?" Gadis itu meledek Rizal.
"Arla, lu udah gila?" Kata Rizal.
"Ah payah lu zal." Saut Dea teman sebangku Arla.
"Berisik! Ye kali gue berani jailin guru terseram seantero SMAS." Kata Rizal tegas.
"Arla, Dea, Rizal. Coba jawab pertanyaan ini?" Tanya Bu Adnin dengan tegas sambil menunjuk ke soal di papan tulis.
"Mmm.." Arla dan Dea saling menatap, Rizal pun tak tau harus berbuat apa.
“Maaf bu, apa saya boleh bantu jawab?” Celetuk Cyw, sontak satu kelas melihat kearahnya.
“Ok silahkan ke depan. Saya lihat kalian bertiga dari tadi asyik mengobrol saja, TOLONG DIPERHATIKAN!” Tegas Bu Adnin. Arla, Dea dan Rizal malah sedikit tertawa walaupun disembunyikan.
Cyw maju dan menjawab pertanyaan di papan tulis dengan jelas dan benar.
“Wah pinter juga tuh bocah.” Kata Rizal.
Cyw pun kembali duduk di bangkunya, semua murid akhirnya mengikuti pelajaran dengan tertib. Dua jam telah berlangsung, bel pergantian pelajaran pun berbunyi. Guru selanjutnya telah menunggu diluar dan bersiap untuk masuk kelas.
"Aelah, Bu Cahya cepet banget sih datengnya, Cabut ke kantin yuk." Ajak Rizal.
"Yuk, langsung cabut aja." Kata Arla.
"Gue gimana?" Tanya Dea.
"Enggak, lo pulang. Ya ikut kita lah, cepetan." Ujar Arla sambil berjalan ke arah pintu.
Bu Cahya bertemu mereka di depan pintu kelas, “Mau kemana kalian?”
“Ke WC bu!” Rizal sambil berjalan terus.
Bu Cahya adalah guru yang lemah lembut dan baik hati. Beliau menjelaskan pelajaran Sejarah dengan perlahan, mungkin dimaksudkan agar para murid paham. Namun tidak untuk murid dikelas ini, Cyw pun mulai sedikit melemas.
Jam pelajaran Sejarah sebentar lagi habis, Rizal, Arla dan Dea baru masuk kelas, "Assalamualaikum." Arla mengucap salam.
"Kenapa lama sekali kalian?" Tanya Bu Cahya.
"Wc ngantri bu." Jawab Rizal.
"Yasudah langsung duduk ya." Bu Cahya memerintahkan mereka duduk setelah itu beliau melanjutkan pelajarannya.
“Gimana udah mimpi belom?” Kata Rizal meledek Cyw.
“Maksudnya?” Cyw pun bingung.
“Ya lu pikir aje, gue di kantin hampir dua jam tapi materi masih disitu-situ aje.” Rizal menceritakan keluh kesahnya dan Cyw hanya tersenyum.
Akhirnya bel ISHOMA berbunyi, Semua murid senang dengan suara itu. Segera dibereskannya barang-barang di atas meja, dan bergegas istirahat.
"La, kita beli makanan di luar, abis itu makannya di UKS. Semoga aja gak ada pengurus UKS yang resek, pasti kita diusir." Ajak Dea.
"Nah, mantap tuh bisa makan sambil tiduran di kasur. Tenang aja, anak PMR gak ada yang berani sama gue." Ujar Arla.
"Woy lu mau ikut gua jajan gak? Nanti lu gua kenalin ke temen-temen yang lain." Ajak Rizal kepada Cyw.
"Yaudah gue ikut." Kata Cyw setuju
"Lu mau kemana zal?" Tanya Arla.
"Biasalah, ke markas." Jawab Rizal sambil berjalan meninggalkan Arla dan dea.
Sementara itu di ruang guru, Bu Cahya sedang merapikan buku-buku di mejanya. Dan Bu adnin menghampirinya.
"Bu Cahya ini ada titipan, tadi suami ibu kesini." Bu Adnin memberikan sebuah kotak makan berwarna kuning.
"Oh gitu ya bu, ini makan siang saya. Ayo makan sama-sama bu." Ajak Bu Cahya lalu diiyakan Bu Adnin dan kedua wanita itu pun makan bersama sambil mengobrol.
"Oh iya bu, tadi ibu masuk setelah saya kan? Saya tadi lihat Si Rizal terus Arla sama Dea ke arah kantin pas jam ibu." Kata Bu Adnin yang ternyata melihat Arla dan Dea menuju kantin.
"Mereka mau ke WC bu tadi." Jawab Bu Cahya.
"Sejak kapan WC ada gerobak basonya? Bu gak bisa di biarin, kenapa ibu hanya menegurnya saja. Dari saya jadi wali kelas mereka kelas 10 sampai sekarang saja setiap hari menghukum mereka." Kata Bu Adnin
"Kasihan mereka bu, setiap hari ada saja guru yang memarahi mereka. Biarkan di kelas saya, telinga mereka istirahat. Lagi pula mereka anak yang pintar pastilah mereka nanti akan mengerti." Jelas Bu Cahya
"Memang mereka anak yang pintar, tapi tanpa akhlak apa gunanya? Tukang bohong dan melawan guru. Menurut saya ibu terlalu baik, selalu memaafkan mereka, belum lagi si Rizal dan anak tongkrongannya. Ibu kan wali kelasnya seharusnya ibu tidak terus-terusan membela mereka di depan guru-guru lain." Tegas Bu Adnin
“Lebih baik kita makan saja. Nih bu, suami saya belin saya udang bakar." Kata Bu Cahya menyudahi perbincangan tentang hal itu.
Saat jam istirahat, Cyw dan Rizal sedang membeli nasi bungkus di warteg.
"Kok dibungkus?" Tanya Cyw.
"Kita makannya sama temen-temen di markas, udah lu ikut aja." Kata Rizal.
Cyw diajak kesebuah rumah kecil yang tidak terurus di dekat kali. Tempat itu ramai dengan anak-anak berseragam sekolah.
"Weh kenalin nih namanya Cyw anak baru dari Banyuwangi." Rizal memperkenalkan Cyw kepada teman-temannya.
"Airnya beneran wangi itu?" Celetuk salah satu orang yang bersandar di dinding.
"Rokok bro?" Seseorang menyodorkan sebatang rokok pada Cyw.
"Sorry bro, gue gak ngerokok." Cyw menolak.
"Hari gini lu gak ngerokok? Coba dulu lah." Ujar orang itu sambil terus menyodorkan rokok kepada Cyw dan Cyw mengelak.
"Gue balik ke sekolah ya, tenang aja gue gak bakal bilang ke guru." Kata Cyw lalu pergi meninggalkan tempat itu.
Cyw sholat di Masjid dekat sekolah, dia tak pernah telat untuk urusan kepada Tuhannya. Setelah itu, Cyw menunggu pelajaran selanjutnya. Rizal, Arla dan Dea baru datang.
"Sorry ya tadi temen gue lancang." Kata Rizal dengan permen di mulutnya dan teh gelas ditangannya.
"Kalian gak takut ketauan guru?" Cyw langsung menanyakannya kepada Rizal.
"Sebenernya guru-guru juga udah pada tau tabiat kita-kita, tapi syukur deh gak sampe di grebek tuh tongkrongan." Kata Rizal saat duduk di sampingnya.
Pelajaran pun di mulai. Setelah 2 jam pelajaran, pertanda pulang sekolah pun terdengar.
"Zal gue ada ulangan susulan sama Bu Adnin, kalian duluan aja." Ujar Dea.
"Cyw lu gak mau ikut? Gue gak ada barengan." Kata Arla.
"Kemana?" Tanya Cyw
"Tempat hiburan anak SMA, bukan cuma dari sekolah kita doang. Tenang aja, ini bukan bar apalagi diskotik. Cuma cafe yang disulap biar nyaman buat ngopi-ngopi." Ujar Rizal
"Kayaknya tadi juga gua kurang ramah sama temen-temen. Gue bawa mobil, langsung berangkat? Gak pulang dulu?" Kata Cyw.
"Wuih, tapi gue sama anak kelas sebelah. Lu sama Arla aja, dia tau tempatnya. Udah ya gue duluan." Ujar Rizal dan mereka pun meninggalkan kelas.
Di depan sekolah, Cyw sudah di jemput oleh supirnya.
"Pak saya minjem mobil ya, nih ongkos buat bapak pulang." Cyw dan Arla langsung masuk ke mobil.
"Nanti di depan ada puteran.." Kata Arla sambil memakai sabuk pengaman.
"Muter, muter, muter." Cyw memotong perkataannya.
"Garing lu, kalau ada puteran belok kanan." Kata Arla dengan sedikit tertawa.
Cukup jauh, mereka pun sampai di sebuah tempat makan yang di penuhi anak SMA dari berbagai sekolah, namun tempat itu memutarkan musik dengan keras. Setelah memarkirkan mobilnya Cyw dan Arla masuk ke dalam.
"Sorry ya gan, tadi gue asal sama lo." Kata orang yang tadi siang menyodorkan rokok
"Gak apa-apa bro, tadi gua gak ramah sama kalian. Sebagai permintaan maaf gua bakal traktir kalian semua." Ujar Cyw, setelah itu orang-orang bersorak gembira.
"Waaah thanks bro." Ucap Rizal dan tak lama Dea pun datang.
Disana semua orang bersenang-senang, ada laki-laki dan perempuan. Saking senangnya Cyw pun mencoba rokok untuk pertama kalinya, lagi, dan lagi.
"Kita di sini bebas Cyw, gak ada yang ngelarang." Ucap Rizal.
"Ok, ok." Kata Cyw dan mengisap rokok lagi.
Mereka benar-benar larut dalam kesenangan, sampai lupa waktu dan malam sudah mulai larut.
"Lo gak dicariin bapak emak lo?" Tanya Dea.
"Mereka sibuk, gak ada waktu buat ngurus gua." Jawab Cyw sambil menghentak
"Gua juga, yang mereka pikir cuma gimana cara buat bisnisnya naik." Sambung Arla.
"Udah-udah gak usah sedih, disini kita mau seneng-seneng kan." Kata Rizal.
Adzan Ashar, Maghrib, Isya, hanya lewat saja, Cyw tidak mengerjakan shalat. Sedikit demi sedikit orang-orang meninggalkan tempat itu. Cyw pun pergi ke kasir untuk membayar dan pulang bersama Arla dan Dea.
"Lo gak pulang zal?" Tanya Cyw.
"Gampang gue sih besok libur kan guru ada rapat, oh ya makasih ya bro traktirannya." Ujar Rizal
"Ok, gue balik duluan ya ngantuk." Kata Cyw.
"Duluan ya zal." Ucap Arla sambil berjalan meninggalkan tempat itu.
"Iya, hati-hati." Kata Rizal.
Cyw mengantarkan Dea dan Arla pulang. Sampailah di sebuah rumah kecil, dan Cyw mengerutkan keningnya.
"Lu pasti bingung ya?" Tanya Arla. Dea langsung masuk ke rumah tanpa kata-kata.
Cyw menganggukan kepalanya sambil melihat rumah itu dengan bingung.
"Gue dan Dea sama-sama kabur dari rumah, gue gak diperhatiin sama ortu. Yang lebih kasian Dea, kalau pulang ayahnya selalu marah dan main tangan ke dia. Udah ya gue masuk dulu, Makasih." Kata Arla, Cyw pun pergi.
Saat masuk sekolah makin hari mereka berempat makin jadi. Bu Cahya selalu menjadi sasaran empuk mereka, karena guru sejarah itu tidak pernah marah. Dari menyembunyikan spidol, penghapus papan tulis, sampai bolos pelajaran.
"Kalian di hukum lagi? Ibu tanya sudah berapa kali kalian dihukum sama Bu Adnin?" Kata Bu Cahya saat melihat mereka mengambil alat pembersih di bawah tangga.
"Karena udah biasa bu, jadi gak apa-apa." Jawab Dea.
"Dea kamu itu yang bener aja." Kata Bu Cahya
"Ibu mau bantuin kita?" Tanya Arla
"Udah selesai bu? Kalau kayak gini ibu bikin kerjaan kita makin lama." Ujar Rizal.
"Kalian gak mau berubah?" Tanya Bu Cahya lagi.
"Nanti aja bu, sekarang kita lagi sibuk." Kata Cyw berjalan menuju kamar mandi.
Bu Cahya terkejut dengan ucapan Cyw, karena anak itu perilakunya tidak seperti saat awal masuk. Apalagi nilai Cyw turun drastis, Cyw tidak mendapatkan rangking di kelas dan banyak tugas yang tidak di kumpulkan.
Suatu hari, mereka berangkat bersama untuk datang ke tongkrongan seperti biasa. Namun mereka sedikit terlambat karena Bu Adnin lagi-lagi menghukum mereka untuk mengunci pintu-pintu kelas.
Mereka pergi ke kafe seperti biasanya, namun keadaannya sangat sepi disana. Tiba-tiba seseorang mengikat tangan mereka dari belakang.
"Apa-apaan ini." Cyw kaget.
"Ikut kami ke kantor polisi." Polisi pun menggenggam tangan mereka dengan kuat.
"Yaudah sih pak gak usah pegang tangan saya." Kata Arla dengan sedikit memberontak.
Sesampainya di kantor polisi, banyak anak tongkrongan mereka disana. Dan ada beberapa dari mereka sudah masuk sel.
"Kamu dari sekolah mana?" Kata Seorang polisi menggeledah mereka.
"SMAS pak." Jawab Rizal.
"Kalian tes urin dulu." Polwan cantik menghampiri mereka.
"Hah?" Mereka kaget.
Setelah mereka melakukan tes urin, mereka pun duduk di lorong kantor polisi.
"Mas ada apa?" Kata seorang perempuan.
"Bu Cahya?" Cyw terkejut.
"Ibu tolongin kita bu.." Kata Arla sambil bangun.
"Kalian kok bisa di sini?" Bu Cahya menghampiri mereka.
"Kita juga gak ngerti bu, kita gak pakai narkoba kok di suruh tes urin." Kata Cyw
"Kita juga gak tau mereka pakai Narkoba." Sambung Rizal.
"Ibu tolong bu, Dea gak mau masuk penjara." Kata Dea sambil memeluk Bu Cahya.
"Udah, kalian gak usah takut kalau kalian gak salah." -Bu Cahya
"Hasil tes mereka negatif, kalian akan diantar pulang. Mobil kamu bisa diambil besok di sini." Seorang pria berbadan kekar menghampiri mereka.
"Sebentar ya mas." Kata Bu Cahya kepadanya.
"Suami ibu?" Tanya Rizal.
"Iya, kalian pasti belum makan. Kita makan dulu ya." Ajak Bu Cahya sambil merangkul Dea.
Bu Cahya membawa mereka ke sebuah rumah mewah di komplek perumahan elit. Gerbang rumah itu tinggi sekali, ada dua satpam didepannya membukakan gerbang, saat di depan pintu masuknya pun ada yang membukakan pintu.
"Ayo masuk! Udah gak usah dilepas sepatunya." Kata Bu Cahya diambang pintu rumah itu.
Rumah itu benar-benar besar bak istana. Empat serangkai itu melihat foto-foto di dinding dan terpampang foto besar pernikahan Bu Cahya dan suaminya.
"Cuci tangan dulu, habis itu kita makan ya." Kata Bu Cahya, dan mereka hanya mengaggukan kepala.
Mereka benar-benar malu saat itu. Orang yang selama ini mereka jaili, orang yang selama ini mereka lawan, sekarang menolong mereka dan memberi mereka makanan.
"Di makan ya, di sini gak ada yang ngabisin. Rizal nanti bungkus buat ibu kamu." Kata Bu Cahya sambil mengambilkan lauk untuk mereka.
"Udah di makan semuanya ya. Arla, Dea, nanti ibu antar pulang ke rumah ya, bukan ke kontrakan. Nanti ibu bantu ngomong sama orang tua kalian ya." Sambung Bu Cahya.
“Ibu tau tentang keadaan keluarga kita?” Tanya Arla.
“Ibu kan wali kelas kalian, masa ibu gak perhatian sama kalian. Apa lagi Bu Adnin, galak-galak begitu beliau selalu nannyain kalian.” Kata Bu Cahya sedikit tertawa.
Mereka pun saling memandang dan terbesit rasa bersalah. "Ibu maafin kita, sering ngelawan sama ibu, sering jailin ibu." Kata Rizal dengan nada menyesal.
"Kita bener-bener minta maaf bu, kita janji gak bakal ulangin lagi." Sambung Arla dengan berkaca-kaca, Bu Cahya menggenggam tangan Arla.
"Allah saja selalu memaafkan hambanya yang selalu berbuat dosa. Masa ibu sebagai hamba-Nya tidak memaafkan kalian. Selain itu kita juga harus mencontoh Nabi Muhammad SAW. Yang selalu memaafkan." Bu Cahya menerima permintaan maaf mereka dengan tulus dan ikhlas.
"Pokoknya Dea Janji bu, Dea gak akan ngelawan sama ibu." Kata Dea sambil menangis.
Bu Cahya pun berdiri dan memeluk Dea, "Sudah, sudah, 'Usang dibarui, lapuk dikajangi.' Mana-mana yang kurang baik di perbaiki ya." Cyw, Rizal, dan Arla tersenyum dan terharu.
"Terima kasih bu udah maafin kita, Bu Cahya yang terbaik." Cyw pun merasa bersyukur.
Masing-masing dari mereka menceritakan masalah dan alasan kenapa mereka bergabung ke tongkrongan itu dengan detail. Bu Cahya berniat membantu mereka, dengan semampunya.
Malam mulai larut, mereka satu-satu diantarkan oleh Bu Cahya, Rizal membawa dua tas penuh berisi makanan yang diberikan Bu Cahya untuk ibu dan adik-adiknya dan langsung mengantarkan Cyw pulang, yang ternyata hanya bersama ART dan supir di rumahnya.
Setelah itu, Bu Cahya mengantarkan Arla dan Dea kembali ke rumahnya masing-masing. Sesampainya di rumah Arla, mereka disambut oleh orang tua Arla. Arla langsung masuk ke dalam kamarnya setelah mengucapkan terima kasih kepada Bu Cahya dan Bu Cahya berbicara kepada orang tua Arla. Begitu pula saat Bu Cahya mengantarkan Dea pulang.
Keesokan harinya Cyw, Rizal, Arla, dan Dea di skors dua hari, karena kenakalan mereka yang kemarin-kemarin juga keterlaluan. Bertepatan dengan itu orang tua Cyw pulang dari pekerjaan sibuk mereka, dan mengajak Cyw untuk berbicara di ruang keluarga.
“Tadi pagi Bu Cahya telepon ayah, beliau udah jelasin semuanya. Ayah paham, Cyw pasti marah sama ayah. Tapi semua ini demi kebaikan kita juga.” Kata Ayah Cyw.
“Maafin bunda juga ya, selama ini bunda belum jadi bunda yang baik buat Cyw. Cyw boleh marah sama bunda, bunda udah salah banyak sama Cyw, gak perhatian sama Cyw, bunda sibuk terus. Maafin bunda nak.” Kata bunda Cyw sambil bersimpuh di hadapan anaknya dan berlinang air mata.
Cyw terdiam dan sedikit emosi di dalam hatinya, namun dia teringat kata-kata Bu Cahya yang harus saling memaafkan. “Bunda, Cyw ngerti kok. Maafin Cyw juga selalu buruk sangka sama ayah dan bunda.” Kata Cyw yang ikut bersimpuh dan memeluk bundanya, disusul ayah Cyw yang mendekap mereka.
“Udah, sekarang nggak usah sedih lagi. Gimana kalau weekend kita liburan ke Bali, ya walaupun cuma dua hari seenggaknya kita ada waktu buat kumpul bareng-bareng.” Ujar ayah Cyw yang tersenyum lebar, Bunda Cyw tersenyum mengharapkan persetujuan anak semata wayangnya itu.
“Ok, aku setuju.” Kata Cyw menyetujuinya. Mereka pun melanjutkan obrolan dengan topik lain. Cyw sangat bahagia karena dia hampir tidak pernah merasakan kumpul keluarga sehangat ini.
Saat masuk sekolah mereka saling menceritakan apa yang terjadi saat mereka di skors. Seperti Cyw, Arla pun berbaikan dengan orang tuanya. Namun hal seperti itu tidak terjadi kepada Dea, ia justru tambah dipukuli oleh ayahnya karena sudah kabur dari rumah. Badan Dea penuh dengan luka lebam berwarna biru, dan matanya sembap akibat menangis sepanjang hari. Ibunya dipukul lebih keras ketika membela Dea. Hal itu membuat teman-temannya mengadu kepada Bu Cahya.
“Ibu sudah bilang sama ayah Dea, tapi omongan ibu tidak di hiraukan. Dan beliau malah bilang ini bukan urusan ibu dan sebaiknya ibu gak ikut campur.” Jelas Bu Cahya.
“Lalu bagaimana bu? Sekarang Dea lagi di UKS badannya sakit semua katanya bu. Tadi saya mau bawa dia ke puskesmas sini, tapi Dea gak mau terus bu.” Kata Arla.
“Yaudah gak apa-apa jangan dipaksa, biarin dia istirahat di UKS. Yaudah sekarang kalian masuk ke kelas ya, urusan Dea nanti ibu pikirin lagi.” Ujar Bu Cahya.
Saat jam istirahat Cyw, Rizal, dan Arla menjenguk Dea di UKS. Sesampainya mereka di sana, Dea masih tidur.
“Dea, makan dulu yuk, gue udah beliin bubur depan foto copy nih.” Kata Arla sambil mendekatinya lalu membangunkan Dea dengan halus. Namun, Dea tidak kunjung bangun. Cyw memegang tangan Dea dan tubuhnya terasa dingin, Arla langsung memeriksa nadi dan detak jantungnya.
“Nggak, enggak.” Arla melemas dan terduduk di lantai.
“Woy jangan becanda mulu lu pada.” Kata Rizal.
“Zal ini serius, CEPET PANGGIL GURU SIAPA AJA!” Perintah Arla karena panik.
Rizal dan Cyw bergegas memanggil guru, kebetulan Bu Adnin yang sedang berjalan di lapangan dan Bu Cahya yang sedang berada di kelas sebelah UKS. Dea dibawa ke Rumah Sakit terdekat, Rizal CS pun ikut mengantarkannya. Arla sangat gelisah di perjalanan, dan Dea hanya tersenyum dengan mata tertutup.
Di rumah sakit dokter sudah langsung bilang kalau Dea sudah tiada, Arla menangis begitu juga Bu Adnin dan Bu Cahya. Tak lama orang tua serta kakak Dea datang ke rumah sakit.
“Dea, kenapa bisa begini?” Ayah Dea langsung memeluk tubuh anaknya yang sudah terbujur kaku.
“SEMUA INI GARA-GARA ANDA, KENAPA ANDA KEJAM BANGET SAMA ANAK SENDIRI!!?? ANDA UDAH GILA YA SETIAP HARI MUKULIN ANAKNYA? ANDA ORANG TUA YANG GAK PUNYA HATI!” Arla berteriak marah sambil terus mengeluarkan air mata, ayah Dea hanya bisa menangis menyesali.
“Udah la.” Kata Cyw menenangkan Arla dengan menarik Arla mundur menjauhi Ayah Dea.
Kakak Dea langsung memukul ayahnya, “ANDA BUKAN AYAH SAYA.” Tegas laki-laki itu lalu merangkul ibunya dan menghampiri adiknya yang mulai membiru, ayahnya hanya bisa duduk lemas di lantai sambil menagis.
Bu Cahya, Bu Adnin, dan Rizal Cs keluar dari ruangan itu, dan duduk di ruang tunggu. Arla terus menangis di pelukan Bu Adnin.
Sore harinya Dea dimakamkan di pemakaman umum. Air mata Arla terus mengalir walupun pandangannya kosong, Rizal dan Cyw merangkulnya, mereka berusaha mengikhlaskan semuanya.
Sepuluh bulan kemudian, Cyw, Rizal dan Arla akhirnya melanjutkan sekolahnya ke perguruan tinggi. Cyw melanjutkan kuliah di luar negeri, Rizal dan Arla masih di dalam negeri tapi mereka berbeda pulau. Namun setiap peringatan hari meninggalnya Dea mereka pasti bertemu dan pergi ke makam Dea. (Adnin Diya Az-Zahra, Ahmad Rizal Fuadi, Arla Dana Aulinuha, Cahyanti Fatiha Putri, Cyw, Dea Amelia)